BANYUWANGI – liputanterkini.co.id | Tragedi memilukan di kalangan Pekerja Migran Indonesia kian mengikis niat dan tekad untuk sebuah perjuangan. Pasalnya belakangan nasib terpuruk di alami beberapa pekerja migran Indonesia dengan kabar maraknya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) hingga penjualan organ tubuh manusia.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) RENAKTA Bakti Nusantara Bagus Abu Bakar mengingatkan bahwa “Pentingnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait berbagai negara yang tidak ada kontrak kerjasama dengan Indonesia serta mendesak pemerintah Indonesia meningkatkan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) seiring maraknya kabar kematian Pekerja Migran Indonesia di Kamboja dan beberapa negara lainnya”, ungkapnya.
“Fenomena ini selayaknya menjadi Warning bagi seluruh stakeholder khususnya pemerintah daerah dan pusat untuk lebih memaksimalkan pengawasan dan perlindungan bagi para PMI kita. Terbukti tidak sedikit dari generasi muda kita terkecoh datang ke Kamboja akibat modus penipuan yang brutal dan tidak bermoral”.
Pemerintah tidak bisa menutup mata terhadap maraknya kasus kejahatan akhir-akhir ini yang menyasar kaum milenial untuk di rekrut menjadi PMI dengan iming-iming gaji gede dan fasilitas yang memadai. Karena korban bukan hanya akan dirugikan secara materi, akan tetapi juga secara fisik dan bahkan nyawa menjadi taruhannya,” terang Bagus.
Wawan Hariyanto, SH, Sekjen LBH RENAKTA menambahkan, “Mengutip data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Kamboja, jumlah kasus WNI bermasalah meningkat hingga 60 kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dari 56 kasus pada 2020 menjadi 3.300 lebih kasus pada 2024 dan 1.301 kasus di tahun 2025. Yang mengkhawatirkan sekarang, sekitar 75 persen kasus tersebut berkaitan dengan PMI yang terjebak dalam sindikat penipuan daring (online scam), terangnya.
Wawan mendesak upaya pemerintah dalam melindungi pekerja migran Indonesia (PMI) lebih di tingkatkan, buntut kasus kematian WNI di Kamboja yang kian melonjak hingga 75 persen pada Januari-Maret 2025.
Ia menganggap peristiwa ini harus menjadi peringatan penting bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.
Sebab situasi ini tak lagi sekadar menjadi isu domestik, akan tetapi sudah menjadi darurat kawasan. Wawan menekankan pentingnya peran Indonesia dalam mendorong ASEAN Task Force on Migrant Workers (TFAMW) untuk memperkuat perlindungan hak-hak pekerja migran di berbagai kawasan.
Sependapat dengan Ketua DPR RI Puan Maharani, Indonesia wajib terus mendukung kegiatan TFAMW dan mendorong negara-negara ASEAN menerapkan konsensus kebijakan terkait pekerja migran. Kondisi ini harus menjadi momentum untuk memperkuat kerja sama kawasan dalam melindungi pekerja migran Indonesia dari kejahatan lintas negara.
Khususnya dalam aspek perlindungan pekerja migran dari eksploitasi digital serta penguatan koordinasi antar negara dan penanganan korban.
“Indonesia harus menekankan pentingnya ASEAN membentuk protokol bersama untuk perlindungan darurat bagi korban eksploitasi, serta mewajibkan pendataan pekerja migran secara transparan dan terintegrasi antarnegara,” ujarnya.
Lebih pentingnya lagi, edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur untuk bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji besar tanpa kejelasan.
“Kasus-kasus penipuan online yang berujung pada kematian harusnya menjadi peringatan keras dan menjadikan PR bagi Pemerintah guna memastikan agar anak bangsa tidak mudah tergiur janji manis bekerja di luar negeri tanpa kejelasan”.
Terlebih jika tawaran pekerjaan itu tidak melalui lembaga resmi dan jalur prosedural. Sehingga kewajiban Pemerintah meningkatkan literasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya bekerja ke luar negeri secara ilegal/non prosedural,” pungkasnya.
(Tim)