JAKARTA – liputanterkini.co.id | Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia menggugah perhatian para aktivis, LBH dan pegiat sosial. Mulai dari seruan di bentuknya Direktorat tersendiri (Dit PPA/RENAKTA) yang khusus menangani permasalahan perempuan dan anak di institusi Polri, hingga seruan pos anggaran khusus yang di peruntukkan pembiayaan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (Dit PPA/RENAKTA).
Sebagaimana di katakan Jenny Claudya Lumowa yang akrab disapa Bunda Naumi, Kornas Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), “Kebutuhan anggaran yang mendesak dalam berbagai kegiatan terkait pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat, menunjukkan betapa pentingnya peran unit PPA/RENAKTA untuk di berikan kepercayaan mengelola anggaran sendiri guna pembiayaan penanganan kasus-kasus tersebut”, terang Jenny. Sabtu (15/3/2025).
Sebab tanpa anggaran yang memadai, sulit bagi unit-unit PPA/RENAKTA untuk bekerja secara maksimal dalam menangani permasalahan perempuan dan anak yang sudah masuk kategori extra ordinary crime, tambahnya.
Pentingnya dukungan anggaran secara mandiri di Direktorat PPA/RENAKTA, Jeny menegaskan bahwa selama ini dirinya tak pernah bosan untuk terus menyerukan pentingnya pengalokasian anggaran yang cukup bagi unit-unit PPA/RENAKTA. Tanpa anggaran yang memadai, penanganan kasus menjadi terkendala, sehingga korban tidak akan mendapatkan pelayanan secara maksimal. Oleh karenanya, pemerintah harus segera merealisasikan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan Dit PPA/RENAKTA di lapangan, tegas Jenny.
Sementara Bagus Abu Bakar, Ketua LBH RENAKTA Bakti Nusantara yang juga inten dalam permasalahan perempuan dan anak menambahkan bahwa “Peran Direktorat PPA/RENAKTA harus diperkuat, khususnya di masing-masing Polres/Polresta jajaran saat ini, sejalan program pemerintah yang juga telah membentuk Satgas-satgas PPA di masing-masing daerah sebagai bagian dari upaya memperkuat perlindungan perempuan dan anak”, terangnya.
Semoga bapak Presiden Prabowo mendengarkan seruan kami, yang tentunya keberadaan Direktorat PPA/RENAKTA ini harus diimbangi dengan alokasi anggaran tersendiri agar Dit PPA/RENAKTA dapat menjalankan tupoksinya secara maksimal dan efektif. Jika tidak, maka keberadaan Direktorat ini hanya akan menjadi simbol dan isapan jempol belaka tanpa dampak nyata bagi perempuan dan anak korban kekerasan, tutup Bagus.
Diakhir pertemuannya bersama para aktivis, Bunda Naumi menegaskan “Percuma jika ada Direktorat PPA/RENAKTA tetapi anggarannya tidak jelas dan tidak memadai. Pemerintah, khususnya Presiden, harus memastikan mana sektor-sektor yang benar-benar membutuhkan anggaran. Jangan sampai pengalokasian dana dilakukan secara merata tanpa mempertimbangkan kebutuhan yang lebih mendesak, khususnya terkait penanganan tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak yang memang masuk kategori extra ordinary crime”.
Implementasi program Direktorat PPA/RENAKTA yang telah dibentuk seharusnya segera di barengi pengalokasian anggaran. Berbagai lembaga non pemerintah yang inten dalam permasalahan Perempuan dan Anak, siap bekerja sama dalam berbagai kegiatan, namun, tanpa dukungan anggaran yang cukup, langkah-langkah yang diambil akan terhambat dan sia-sia, pungkas Bunda Naumi. (Red)