JAKARTA – liputanterkini.co.id | Pernyataan tajam kembali dilontarkan oleh Saiful Huda Ems (SHE), seorang lawyer, aktivis dan penulis, yang mengkritik keras kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pengelolaan sumber daya laut. Dalam kritiknya, SHE menyoroti langkah pemerintah yang dianggap “mengkavling-kavling laut” dan bahkan memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atas wilayah perairan, Kamis (23/1/25).
“Laut saja bisa dikavling-kavling oleh pemerintahan Jokowi, dikasih izin HGB lagi. Jangan-jangan langit pun sudah dikavling-kavling sama Jokowi juga nih dan dikasih izin HGB juga,” tulis SHE dalam pernyataan yang tersebar luas di media sosial.
SHE menuding pemerintahan Jokowi sebagai pemerintahan yang “rakus” dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk laut. Ia menyoroti bagaimana pemberian izin pengelolaan laut kepada korporasi tertentu dapat mengancam akses masyarakat kecil terhadap sumber daya laut yang menjadi tumpuan hidup mereka.
Dalam pernyataannya, SHE juga mengaitkan kebijakan ini dengan potensi eksploitasi lingkungan dan ketimpangan ekonomi yang semakin parah. “Tidak bisa dibayangkan bagaimana ketika kesadaran revolusioner rakyat nantinya menemukan puncaknya, Jokowi akan diadili seperti apa,” lanjutnya.
Kritik ini tampaknya merujuk pada kebijakan pemerintah yang memberikan izin pengelolaan ruang laut kepada pelaku usaha tertentu melalui skema perizinan. Meski pemerintah berdalih bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan investasi dan memaksimalkan potensi ekonomi maritim, tidak sedikit yang menganggap langkah ini berpotensi memarginalkan nelayan tradisional dan komunitas pesisir.
HGB (Hak Guna Bangunan) sendiri biasanya diberikan untuk pemanfaatan lahan daratan. Namun, belakangan ini muncul wacana pengaturan wilayah laut melalui perizinan tertentu yang diinterpretasikan sebagai bentuk “kavlingisasi” laut.
Pernyataan SHE memicu reaksi beragam dari publik. Sebagian mendukung kritik tersebut, menilai bahwa kebijakan yang terlalu pro-investor dapat mengorbankan kepentingan masyarakat kecil. Namun, ada pula yang membela pemerintah, menganggap kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor kelautan.
Seharusnya pemerintah dapat memberikan tanggapan positif atas kritik yang dilontarkan SHE. Namun, beberapa pakar hukum lain juga menegaskan bahwa apa bila pengelolaan laut dilakukan secara berkelanjutan dan tidak mengutamakan keseimbangan antara investasi dan keberlanjutan maka akan terdampak buruk terhadap lingkungan.
Pernyataan SHE tentang “kesadaran revolusioner rakyat” membuka diskusi baru tentang potensi gerakan sosial di masa depan. Dengan meningkatnya kesenjangan dan isu lingkungan, kritik seperti ini bisa menjadi katalisator bagi protes yang lebih besar jika tidak segera direspons secara bijak oleh pemerintah.
Kritik seperti ini mengingatkan kita bahwa pengelolaan sumber daya alam adalah isu yang tidak hanya menyangkut ekonomi, tetapi juga keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Pemerintah diharapkan mampu menjawab kekhawatiran publik dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar memberikan manfaat untuk seluruh lapisan masyarakat. (Red)
_Sumber tulisan : Saiful Huda Ems, SH._