Yogyakarta, DIY – Liputanterkini.co.id | Penyidik Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menetapkan NAA, Direktur PT Taru Martani, sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut untuk periode 2022 hingga 2023. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.
NAA dinyatakan sehat setelah menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter. Berdasarkan surat perintah penahanan dari Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, NAA ditahan selama 20 hari mulai hari ini hingga 16 Juni 2024 di Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
Penahanan ini terkait dengan tindakan NAA yang diduga melakukan investasi melalui Perdagangan Berjangka Komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pembukaan rekening di PT Midtou Aryacom Futures yang seharusnya dilakukan atas nama perusahaan, dilakukan NAA atas nama pribadi.
Dalam periode Oktober 2022 hingga Maret 2023, NAA menempatkan modal secara bertahap dengan total Rp 18.700.000.000,- yang bersumber dari dana idle cash PT Taru Martani:
– 7 Oktober 2022 sebesar Rp 10.000.000.000,-
– 20 Oktober 2022 sebesar Rp 5.000.000.000,-
– 1 Desember 2022 sebesar Rp 2.000.000.000,-
– 14 Desember 2022 sebesar Rp 500.000.000,-
– 24 Maret 2023 sebesar Rp 1.200.000.000,-
Berdasarkan Summary Report tanggal 5 Juni 2023, akun tersebut mengalami kerugian. Perbuatan ini bertentangan dengan berbagai regulasi yang mengatur tata kelola PT Taru Martani, termasuk Akta Pendirian PT Taru Martani, Pasal 4 Permendagri Nomor 118 Tahun 2018, serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Tindakan NAA bertentangan dengan ketentuan dalam:
– Akta Pendirian PT Taru Martani Nomor 05 Tahun 2012
– Pasal 4 Permendagri Nomor 118 Tahun 2018
– Pasal 63, 64, dan 92 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007.
Akibat perbuatan tersebut, negara cq. PT Taru Martani mengalami kerugian sebesar Rp 18.700.000.000,-.
NAA dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Subsidiar, NAA disangkakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU yang sama.
Penahanan ini diharapkan menjadi langkah awal dalam mengungkap kasus dugaan korupsi di PT Taru Martani dan mencegah kerugian negara lebih lanjut.
( Bayu )