BANYUWANGI – liputanterkini.co.id | Sering kita dengar dalam perbincangan di kalangan masyarakat, terkait istilah plt, pjs, pj, dan plh yang berkaitan dengan jabatan kepala daerah. Bahkan istilah – istilah itu, sering muncul dalam pemberitaan terkait kepala daerah. Meskipun terdengar mirip, ternyata keempat istilah tersebut memiliki makna yang berbeda.
Jabatan kepala daerah di Indonesia pasti pernah terjadi kekosongan karena berbagai alasan, seperti habis masa jabatan, meninggal dunia, atau diberhentikan. Ketika kekosongan terjadi, perlu ditunjuk pejabat sementara untuk menjalankan tugas kepala daerah.
Pejabat sementara ini bisa disebut dengan berbagai istilah, yaitu plt, pjs, pj, dan plh. Masing-masing istilah memiliki dasar hukum dan masa jabatan yang berbeda. Berikut perbedaan plt, pjs, pj, dan plh beserta dasar hukum yang mengaturnya.
1. Plt. (Pelaksana Tugas),
Pelaksana tugas (plt) diperlukan ketika kepala daerah tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk sementara waktu, misalnya karena sedang menjalani masa tahanan. Pelaksana tugas ini bisa dijabat wakil kepala daerah atau sekretaris daerah.
Dasar hukum untuk pelaksana tugas kepala daerah diatur dalam Pasal 65 dan 66 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah (Pemda).
2. Pjs. (Pejabat Sementara),
Penjabat sementara (Pjs) ditunjuk Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menjalankan tugas kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang sedang cuti di luar tanggungan negara karena mengikuti kampanye. Pjs gubernur ditunjuk langsung Mendagri, sedangkan pjs bupati/wali kota ditunjuk Mendagri berdasarkan usulan gubernur.
Peraturan dan landasan hukum untuk penunjukan pejabat sementara (pjs) ini diatur dalam Peraturan Mendagri Nomor 74 Tahun 2016 juncto Permendagri Nomor 1 Tahun 2018, serta Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
3. Pj. (Pejabat),
Penjabat (pj) adalah aparatur sipil negara (ASN) yang menjabat sebagai pejabat pimpinan tinggi madya atau pratama. Ia bertugas menjalankan tugas serta wewenang kepala daerah saat terjadi kekosongan posisi kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Kekosongan ini bisa disebabkan berbagai alasan seperti kematian, penahanan, sakit permanen, atau hilangnya pejabat tersebut. Pj akan menjabat hingga kepala daerah atau wakil kepala daerah definitif hasil pemilihan resmi mulai bertugas.
Untuk posisi Pj gubernur, pengusulan dilakukan Mendagri kepada Presiden, sedangkan pj bupati atau wali kota diusulkan gubernur kepada Mendagri. Dasar hukum dan aturan mengenai penunjukan Pj diatur dalam Pasal 201 UU Nomor 19 Tahun 2016 dan Pasal 86 UU Nomor 23 Tahun 2014.
4. Plh. (Pelaksana Harian),
Pelaksana harian (plh) adalah sekretaris daerah (sekda) yang ditugaskan untuk menjalankan fungsi sehari-hari kepala daerah berdasarkan instruksi Mendagri. Hal ini apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang menjalani penahanan atau tidak dapat melaksanakan tugasnya sementara waktu.
Sekda akan melaksanakan tugas-tugas ini hingga kepala daerah atau wakil kepala daerah dibebaskan dari penahanan atau sampai dilantiknya penjabat kepala daerah yang baru. Penunjukan plh diatur dan didasarkan pada Pasal 65 ayat 5 dan ayat 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Perlu diingat, posisi pj, pjs, dan plh kepala daerah adalah hasil dari proses administrasi. Berbeda dengan plt kepala daerah yang berasal dari proses politik melalui pemilihan kepala daerah (pilkada). Jika posisinya bersifat administrasi, maka yang berhak menjabat adalah pejabat administrasi negara, seperti dari institusi kepolisian, tentara, dan ASN.**
Sumber : Berbagai Sumber