LiputanTerkini.CO.ID, Banyuwangi – Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) telah mengambil langkah tegas dalam menangani kasus penganiayaan seorang siswa menengah pertama (SMP) yang viral di media sosial. Kejadian ini terjadi pada Selasa, 26 September 2023, di Kabupaten Cilacap dan telah mendapat perhatian publik yang besar.
Dilansir dari Tempo.co, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jateng, Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa para pelaku telah diamankan oleh polres setempat dan akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Stefanus menjelaskan, “Peristiwa video viral aksi perundungan anak sekolah telah ditangani sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.” Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus ini ada lima pelajar yang diamankan. Penting untuk dicatat bahwa semua pelaku dan korban masih berusia di bawah umur, sehingga penanganannya akan melibatkan pemangku kepentingan terkait yang memiliki fokus khusus pada anak-anak dan remaja.
Kasus ini memicu keprihatinan dan refleksi dalam masyarakat terkait perilaku anak-anak di sekolah. Stefanus mengajak para orang tua untuk lebih memantau dan membimbing anak-anak mereka dalam menghindari perilaku melawan hukum dan kasus perundungan semacam ini. Ia menekankan perlunya sense of crisis atau kepekaan terhadap perilaku anak-anak di sekitar kita.
Penganiayaan siswa SMP ini terjadi di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, dan video kejadian tersebut menjadi viral di media sosial. Dalam video berdurasi 4 menit 14 detik tersebut, terlihat seorang pelajar menganiaya seorang pelajar lainnya dengan keras. Meskipun teman-temannya berusaha untuk memisahkan mereka, pelaku tetap mengancam agar tidak ada yang ikut campur.
Kapolresta Cilacap, Kombes Fannky Ani Sugiharto, telah mengonfirmasi bahwa lima pelajar, termasuk pelaku penganiayaan, telah diamankan. Ketiga di antaranya diperiksa sebagai saksi, sementara dua lainnya adalah pelaku utama.
Menurut Kasatreskrim Polresta Cilacap, Kompol Guntar Arif Setiyoko, penganiayaan tersebut dipicu oleh pernyataan korban yang menyebut dirinya sebagai anggota kelompok atau geng Basis. Pelaku, yang juga anggota kelompok tersebut, merasa tersinggung dan memutuskan untuk melakukan perundungan terhadap korban.
Dengan penanganan hukum yang sedang berjalan, kasus ini memberikan peringatan serius tentang perlunya pendampingan dan pendidikan bagi anak-anak dalam hal perilaku dan hubungan antar-sesama di sekolah.
sumber:tempo.co