JAKARTA – liputanterkini.co.id | Sidang perceraian atas nama penggugat Mirna Novita dengan mantan suaminya berinisial TP terus bergulir panas. Mirna memutuskan mengadukan mantan suaminya itu ke Badan Pengawas Mahkamah Agung karena banyaknya kejanggalan dalam persidangan.
Mirna diketahui menggugat cerai mantan suaminya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan nomor perkara 841/Pdt.G/2023/Pa. JS pada Februari 2023 dengan alasan ketidakcocokan rumah tangga.
Ketua Koordinasi Nasional (Kornas) Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), Jeny Claudya Lumowa mengatakan, putusan sidang perceraian Mirna Novita di PA Jakarta Selatan mengada-ada dan tidak berdasarkan bukti kuat. Terindikasi persidangan berlangsung berat sebelah.
“Siapa yang berhak menyebut jika manusia itu murtad, itu salah satu hak asasi manusia (HAM), apalagi seorang hakim yang memutus. Ini harus ditelusuri siapa hakim itu? Lalu di dalam persidangan dihembuskan jika keluarga TP merupakan keluarga dari seorang Jenderal,” terang Jeny, Rabu (23/10/2024).
“Saya menilai pengadilan berat sebelah. Mirna tidak diberikan hak menjawab, itu namanya pelanggaran HAM. Saya pendamping Mirna, dia punya hak untuk membela diri, bahwa dia asli Islam. Mereka pun menyatakan ada bukti chat antara Mirna dengan seorang beragama kristen, dan akhrinya dituduh murtad, lalu TP screenshoot chat yang saya nilai itu Ilegal Akses,” lanjut wanita yang kerap disapa Bunda itu.
Menurut Jeny, tuduhan mantan suaminya yang menyatakan bahwa Mirna membawa anak-anak ke tempat yang menyajikan narkoba di Bali harus dibuktikan. Setelah ditelusuri, kata Jeny, ternyata orang yang ‘chat’ ke Mirna adalah teman sejawat Mirna di bidang properti yang beragama Hindu.
“Mirna benar-benar disudutkan. Jangan salahkan Mirna kalau hal ini ini akan dilaporkan ke polisi, dia (eks suami) melakukan kekerasan dalam rumah tanggak (KDRT) seperti tidak memberikan nafkah, membentak Ibu Mirna saat hamil, dan dicaci maki di depan publik, itu pelangaran HAM. KDRT itu tidak harus mukul,” ungkapnya.
Jeny menegaskan, ada tiga laporan yang diajukan ke Polres Jaksel. Yakni KDRT, Kesaksian Palsu di Pengadilan, dan Ilegal Akses.
“Kami berharap anak dapat dipertemukan dan mendapatkan pelukan dari ibunya, karena perempuan yang sakit ketika melahirkan. Selama 9 tahun pernikahan siapa yang ‘ngasih’ makan, itu semuanya keluarganya Mirna, mereka makan dan tinggal di rumah Ibunya Mirna. Saya berharap Mirna akan menang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mirna menggugat cerai mantan suaminya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan nomor perkara 841/Pdt.G/2023/Pa.JS pada Februari 2023 dengan alasan ketidakcocokan rumah tangga.
Adapun dalam proses persidangan, baik mantan suami maupun saksi dari mantan suami telah menuduh Mirna dengan dengan tuduhan yang dianggap mengada-ngada dan tidak masuk akal. Tuduhan ini berasal dari sumber informasi yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Diantaranya yakni tuduhan murtad atau keluar dari agama Islam dan memeluk agama Kristen. Selain itu, Mirna juga dituduh fasik. Dia juga dianggap tidak mengerti ajaran agama Islam hanya karena memakai baju adat Bali pada saat berwisata ke Tirta Empul di Tampak Siring. Kala itu, Mirna diketahui membersihkan wajahnya dengan air.
“Saya juga dikesankan seolah-olah saya paham dan mungkin juga menggunakan narkoba jenis Jamur (magic mushroom) dan kecubung. Saya juga disebut telah membawa anak-anak ke tempat yang menyajikan dan melayani narkoba di Bali, padahal saya membawa mereka untuk main dan makan di beachclub, padahal setahu saya beachclub tersebut memiliki berbagai program anak-anak dan keluarga, seperti Kudeta, Café Del Mar, Potatohead, Ulu Cliffhouse dan lain-lain,” ungkap Mirna kepada wartawan.
Mirna juga telah dituduh melakukan implant payudara dengan memakai uang dari orangtua mantan suaminya. Serta dituding murtad masuk agama Kristen.
“Sampai saat terakhir, saya pun masih dikafir-kafirkan, sehingga saya dinilai tidak layak mengasuh anak-anak yang saya lahirkan dan besarkan sendiri. Padahal saya masih memeluk agama Islam.” tegasnya.
Akibat tuduhan yang bertubi-tubi itu, Mirna mengalami depresi dan gangguan cemas. Dia pun memutuskan pergi ke psikolog.
Mirna berdalih, menurut putusan pengadilan, dia diperbolehkan membawa anak-anak untuk berlibur dan bermain. Tapi pada kenyataannya hal itu tidak terjadi. Mantan suaminya malah tidak memperbolehkan Mirna untuk bertemu dan bahkan berbicara lewat telepon dengan anak-anaknya yang masih di bawah umur tanpa alasan yang jelas.*
Editor : Gus
Sumber : Humas TRC PPA