BANYUWANGI – liputanterkini.co.id | Marak di perbincangkan publik terkait penjualan buku LKS dari tingkatan SDN, SLTP dan SLTA Negeri dan uang daftar ulang sekolah di Banyuwangi yang terjadi secara masib. Tak pelak, sejumlah aktivis pun geram, mengingat telah banyaknya skema bantuan pemerintah yang selama ini di kucurkan untuk keberlangsungan kegiatan belajar/mengajar di sekolah.
Menanggapi hal itu, salah satu pendiri LBH RENAKTA Bakti Nusantara, Bagus Abu Bakar yang selama ini inten memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak, meminta pemerintah untuk tranparansi terhadap penggunaan anggaran pendidikan, di antaranya Dana Operasi Sekolah (BOS), PIP, KIP, DAK, BLT dan lainnya serta menginformasikan secara jelas batasan program sekolah gratis, agar tidak menjadi ketimpangan dan keluhan para orang tua/wali murid terutama yang kurang mampu terkait pembelian buku di sekolah tingkat SD Negeri, SLTP dan SLTA Negeri berikut uang daftar ulang yang nominalnya jutaan rupiah dengan berbagai istilahnya.
“Bagus menekankan pentingnya transparasi dalam penggunaan anggaran tersebut diatas. Bila perlu dicantumkan penggunaannya secara jelas di papan pengumuman sekolah agar semua siswa, wali murid, komite, dan paguyuban sekolah bisa melihat untuk apa saja dana tersebut digunakan,” tegas Bagus, Sabtu (10/8/2024).
Karena sejauh ini informasi itu masih sangat terbatas, dan para orang tua/wali perlu pemahaman yang jelas mengenai batasan sekolah gratis yang selalu di teriakkan pemerintah terutama saat menjelang ganti pemimpin, tambahnya.
“Pemerintah harus memberikan penjelasan apakah ‘Sekolah Gratis’ mencakup buku wajib, buku penunjang, dan lainnya, sejauh ini banyak orang tua mengira ‘Sekolah Gratis’ berarti tidak perlu mengeluarkan biaya apa pun termasuk buku, kecuali seragam, itupun tak seharusnya koperasi sekolah yang menyediakan dengan ketetapan harga yang jauh dari harga toko, tegasnya.
Bagus menuturkan, pemerintah seharusnya dapat membuat aturan yang lebih tegas, jelas dan detail terkait juklak/juknis ‘Sekolah Gratis’ hal ini tentunya untuk menghindari konflik antara pemerintah, sekolah, dan orang tua siswa yang kerap kali muncul saat PPDB dan atau kenaikan kelas.
“Transparansi dalam penggunaan dana dan aturan yang jelas sangat penting untuk menciptakan situasi pendidikan yang adil dan berkualitas, kami sangat prihatin adanya pembelian buku Lembar Kerja Siswa (LKS) dan buku penunjang serta uang daftar ulang di sekolah-sekolah”.
Hal ini tentunya sangat penting bagi pemerintah untuk tidak selalu ganti-ganti kurikulum dan menyediakan buku wajib mata pelajaran tanpa membebani orang tua/wali siswa dengan pembelian buku tambahan.
Tidak alasan pihak sekolah menerapkan praktik pemberian pekerjaan rumah (PR) yang mengharuskan siswa mengerjakan tugas di rumah dan mewajibkan membeli buku tambahan, pungkasnya.**
(Jok)