JOGJAKARTA, liputanterkini.co.id – Lima pengurus DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia) yang mewakili 15 propinsi berkumpul di salah satu villa di sekitar Jalan Magelang, Yogyakarta. Pertemuan ini diadakan untuk membahas permasalahan terkait tindakan beberapa pihak yang mengklaim mewakili PPDI. Mereka merencanakan bahwa pada hari Rabu, 8 November, DPN (Dewan Pimpinan Nasional) PPDI diisukan akan diterima oleh Mendagri, dan setelah itu, pada pukul 14.00, DPN PPDI dijadwalkan akan diterima oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Selasa (7/11/2023).
Dalam pertemuan tersebut, PP (Pimpinan Pusat) PPDI menegaskan bahwa pertemuan ini melibatkan DPN PPDI, bukan PP (Pimpinan Pusat) PPDI yang memiliki struktur hirarki yang kuat sampai tingkat bawah. DPN PPDI terbentuk sebagai hasil perpecahan dari PP PPDI yang tidak puas dengan hasil MUNAS di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa Tengah. Dan hanya segelintir orang saja yang memanfaatkan momentum ini.
Menurut Moh Tahril, PPDI yang sah adalah yang memiliki keberadaan di 25 provinsi dengan nama PP PPDI yang resmi. Dalam diskusi di grup WhatsApp, Moh Tahril menegaskan bahwa dirinya terpilih sebagai Ketua PP PPDI hasil MUNAS. Oleh karena itu, jika ada individu yang mengaku sebagai perwakilan PPDI dan menggunakan nama PPDI, mereka sebenarnya menyesatkan publik dan mencampuradukkan nama PPDI demi kepentingan pribadi mereka.
“PPDI yang resmi adalah PP PPDI yang saat ini kami pimpin,” kata Moh Tahril.
Kepada awak media Moh Tahril mengatakan, PPDI ini memiliki legitimasi melalui rangkaian MUNAS I, II, III, dan IV, serta secara resmi didirikan pada tanggal 17 Juni 2006, dengan ketua umum yang berurutan, yakni Bapak Ubaidi Rosyidi hasil MUNAS I dan II, Bapak Mujito ketua umum hasil MUNAS III, dan Bapak Moh Tahril hasil MUNAS IV.
Selanjutnya Sekjen PP PPDI, Fathur Rofiq mengatakan, ” Oleh sebab itu, jika ada yang menggunakan nama PPDI dan membentuk organisasi apapun, mereka dapat dipastikan sebagai PPDI palsu. Mereka tidak memiliki akar yang kuat sampai tingkat bawah.”
Dalam pertemuan tersebut hadir Ketua PPDI Jateng, Herry Purnomo; Ketua PPDI Jatim, H. Sutoyo M Muslih, SE, MM; Ketua PPDI Jabar, Sutara, SE; Ketua PPDI DIY, Djohan Enry, SE; Ketua PPDI Banten, Supriyadi; Wasekjend 1 PPDI Pusat, Fathur Rofiq, S.Pd.
Mereka, yang mewakili 15 propinsi dengan struktur yang jelas, secara tegas menolak klaim DPN PPDI yang mengatasnamakan PPDI untuk kepentingan politik.
Herry Purnomo Ketua PPDI Jawa Tengah kepada Kaperwil Jateng liputanterkini.co.id menyampaikan, Pada MUNAS III tanggal 7 Januari 2017 di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, terjadi proses pencalonan Ketua Umum PPDI yang menghasilkan 5 calon dengan dukungan suara dari berbagai kabupaten yang memiliki PPDI. Calon-calon tersebut adalah:
- Mujito (Tulungagung, Ketua PPDI Jatim) : 25 suara
- Sarjoko (Magelang, Ketua PPDI Jateng) : 20 suara
- Budi Kristianto (Boyolali, Sekretaris PPDI Jateng) : 6 suara
- Widi Hartono (Wonogiri, Sekjen Pusat/Jateng) : 1 suara
- Nanang Budi Haryanto (Pekalongan, Jateng) : 1 suara
Lanjut Herry, Dari MUNAS tersebut, terdapat dua calon Ketua Umum yang mendapatkan dukungan terbanyak, yaitu Mujito dan Sarjoko. Berdasarkan masukan dari Bpk Suryokoco dan Ubaidi Rosyidi, Mujito yang mendapatkan dukungan suara terbanyak ditetapkan sebagai Ketua Umum, sedangkan Sarjoko sebagai Sekjen.
” Selain itu, Bpk Moh. Hatta, anggota DPR RI dari FPAN, diangkat sebagai Penasehat PPDI karena membantu dalam pembiayaan MUNAS. Namun, Widhi Hartono dan kelompoknya tidak puas dengan hasil MUNAS Donohudan, terutama terkait posisi P Hatta sebagai Penasehat karena berasal dari unsur partai yang tidak mendukung pemerintah saat itu.” Ungkap Herry.
” Setelah Rapimnas di Tulungagung pada 14 Mei 2017, Widhi Hartono dan kelompoknya, termasuk beberapa ketua PPDI daerah, mulai mengadakan kegiatan sendiri dan seringkali melakukan hal yang sama dengan Mujito dan Sarjoko dalam berkomunikasi dengan kementerian.” Tuturnya.
Selanjutnya, terkait dengan janji politik Nawa Cita Jokowi-JK tentang peningkatan kesejahteraan Aparatur Pemerintah Desa, PPDI melakukan negosiasi dengan Mendagri pada SILATNAS Jilid I tanggal 24 Oktober 2017. Hasilnya adalah perubahan tuntutan PNS dengan siltap setara 2A PNS.
” Namun, hal ini tidak terwujud, dan PPDI harus berulang kali melakukan lobbying di Jakarta. Akibatnya, sebagian anggota PPDI mulai menolak wacana kesejahteraan Perangkat Desa yang diusulkan oleh pemerintah.” kata Ketua PPDI Jawa Tengah.
“Pemberitaan tentang rencana kesejahteraan Perangkat Desa yang menimbulkan penolakan anggota PPDI mendorong kelompok Widhi Hartono untuk melakukan “Makar Organisasi” dengan tujuan “penyelamatan organisasi” di Solo.” Terang Herry.
Menurut Herry, karena PPDI tetap mempertahankan tuntutan siltap Perangkat Desa setara 2A PNS, pemerintah memberi peluang kepada Widhi Hartono dan kelompoknya untuk membentuk organisasi baru dengan nama DPN-PPDI, dengan Surat Keputusan (SKT) yang dikeluarkan bersamaan dengan perpanjangan SKT PPDI.
“Kami tetap solid, meskipun seringkali difitnah dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik oleh kelompok tertentu,” ungkap mereka.
(Hendra)