BANJARNEGARA – liputanterkini.co.id | Sidang pertama pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nomer 69/Pid.B/2024/PN Bnr yang didakwakan kepada seorang pedagang bernama Edi Wahyu Sunarso (49) Alias NARSO Bin Alm. Glompo Ahmad Soleman warga desa Kaliwungu RT.03 RW.01 Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara mulai digelar di ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Banjarnegara, Selasa (24/9/2024).
Sidang dipimpin oleh Hakim ARIEF WIBOWO, S.H., M.H. yang menghadirkan terdakwa Edi Wahyu Sunarso beserta Tim Kuasa Hukum yang di ketuai oleh Sutrisno, SH, dan 2 Rekan lainnya dari Aksara Law Wonosobo, serta Jaksa Penuntut Umum. Hadir dalam persidangan beberapa media online dari Banjarnegara, Wonosobo, dan Banyumas yang mengikuti jalannya persidangan terbuka untuk umum tersebut.
Pada sidang pertama ini JPU diminta hakim ketua membacakan Surat Dakwaan. Usai dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, Hakim ketua menanyakan kepada Terdakwa, ” Apakah Saudara Terdakwa menerima dan membenarkan Surat Dakwaan ? ” tanya Hakim Ketua.
” Sesuai keputusan Perma No.1 tahun 2024 bahwa sebelum dan dalam masa persidangan sebelum putusan oleh majelis hakim, sebuah perkara yang masa hukumnya maksimal 5 tahun bisa dilakukan Restorative Justice sepanjang para pihak bisa berdamai”, imbuhnya.
Hakim ketua menyampaikan pesan kepada Narto dan kuasa hukumnya untuk berunding selama 15 menit untuk memutuskan RJ atau menolak surat sangkaan tersebut.
Setelah mempertimbangkan dengan matang Tersangka Narso lewat Kuasa Hukumnya menyatakan menolak dan mengajukan Eksepsi dalam mencari keadilan dalam persidangan.
Sutrisno, SH kuasa hukum Narso mengatakan, “ Konsep restorative justice yang benar adalah bukan berorientasi pada hasil, melainkan proses. Hal ini tercermin dalam Perma 1/2024 bahwa hakim dapat secara langsung mengalihkan pemeriksaan ke dalam mekanisme keadilan restoratif dalam hal terdakwa membenarkan dakwaan penuntut umum, tidak mengajukan nota keberatan, dan membenarkan seluruh perbuatan yang didakwakan. “ terangnya.
Lanjut Sutrisno, “ Selain dari pada itu, hakim juga berwenang memeriksa kesepakatan yang telah dibuat antara terdakwa dengan korban apabila perdamaian tersebut sudah tercapai sebelum persidangan dimulai. Pemeriksaan ini menunjukkan bahwa penerapan keadilan restoratif saat ini bukan berorientasi pada hasil semata apalagi penghapusan pertanggungjawaban pidana, melainkan berfokus pada proses upaya pemulihan korban dan pertanggungjawaban terdakwa.” Jelas Pengacara Aksara Law dari Leksono Wonosobo.
“ Pasal 13 Perma 1/2024 menyatakan seorang Hakim harus memastikan perdamaian yang dibuat ini dicapai tanpa adanya kesesatan, paksaan, atau penipuan dari salah satu pihak. “ tegasnya.
Pengacara Sutrisno juga mengatakan bahwa terhadap delik aduan, penarikan pengaduan dirumuskan dalam perjanjian perdamaian secara hukum telah dianggap terlaksana saat perjanjian tersebut ditandatangani di depan Hakim sehingga atas tersebut, memiliki konsekuensi dan dampak hakim dapat menyatakan penuntutan gugur atau tidak dapat diterima.
Dari diskusi antara Narso (Terdakwa) dengan isteri dan Kuasa Hukumnya dalam dakwaan yang disampaikan JPU diputuskan dan disampaikan kepada Hakim Ketua menolak dan tidak menerima dakwaan.
Wiwi isteri Narso dengan keteguhan hati menolak tegas RJ yang ditawarkan Hakim Ketua dan menyangkal semua sangkaan yang menurutnya sangat tidak sesuai dengan kejadian yang sebenarnya.
Atas penolakan tersebut Hakim Ketua menyerahkan sepenuhnya kepada Kuasa Hukum terdakwa untuk mengajukan esepsi, dan dijadwalkan pada Kamis, 3 Oktober mendatang.
Sebelum sidang ditutup, Kuasa hukum Sunarso meminta kepada Hakim Ketua Salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari kepolisian yang menimbulkan Dakwaan tersebut, sebab upaya untuk Eksepsi kalau tidak ada dokumen BAP akan sulit untuk membuat Eksepsi.
Menurut Sutrisno Kuasa Hukum dari Sunarso, ia telah berupaya meminta BAP yang mengakibatkan Sunarso di tuduh pencurian melanggar pasal 263 KUHAP kepada penyidik kepolisian Polres Banjarnegara, namun selalu ditolak dengan berbagai alasan yang tidak bisa disampaikan Kuasa Hukum.
Hakim akhirnya meminta JPU untuk menyalin berkas Surat Dakwaan lengkap untuk diberikan kepada Kuasa Hukum Terdakwa dengan mengganti biaya penggandaan.
Diluar ruang sidang ketika Kuasa Hukum Sunarso yaitu Sutrisno, SH saat di tanya awak media, alasan mengajukan Eksepsi, ia menjawab karena menurut Kuasa Hukum dan berdasarkan keterangan beberapa orang saksi, bahwa Zakaria si pelapor tidak memiliki kapasitas melaporkan terdakwa karena secara legalstanding tidak memiliki kapasitas untuk melaporkan Sunarso, dan masih berdasarkan keterangan saksi yang menemani Sunarso saat menagih hutang, iya menjelaskan justru tidak ada pengambilan paksa, namun Sugeng yang hutang kepada Sunarso sebesar Rp. 200.000.000,- justru menawarkan mobilnya kepada Sunarso untuk dijadikan jaminan, karena Sugeng belum bisa melunasi hutang sesuai yang ia janjikan berkali-kali.
Bahkan menurut keterangan saksi karena Sunarso belum pernah mengendarai mobil metic, Sugeng sempat mengajarinya.
Berdasarkan penjelasan para saksi dan pembacaan Surat Dakwaan yang menurut pendapat Kuasa Hukum Sunarso berbanding terbalik dengan keterangan saksi, maka terdakwa lewat Kuasa Hukumnya menolak dan akan mengajukan Esepsi.
(Hendra)