Oleh : Bagus Trisula
DUNIA perpolitikan belakangan kian mulai menggelitik seiring rencana pesta demokrasi rutinan lima tahun sekali dalam agenda pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Suhu politik pun mulai menghangat hingga di sudut – sudut kampung di setiap tongkrongan.
Ada yang menarik dalam situasi saat ini, munculnya banyak kelompok orang yang menamakan dirinya sebagai “Relawan”, ya “Relawan Politik” yang berperan bak penjual “Kecap” dengan berbagai trik dan intrik untuk meyakinkan sang bakal calon kandidat yang hendak maju dalam kontestasi politik. Bahkan kelompok relawan ini pun kian tumbuh masif bagaikan cendawan di musim hujan.
“Relawan politik adalah bentuk manifestasi dari meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam demokrasi substansial. Pada dasarnya seorang relawan bekerja dengan hatinya dan melakukan aktivitas berdasarkan panggilan moral. Jiwa yang dimiliki para relawan dapat menjadi aspek kunci dari masyarakat sipil dalam upaya pelembagaan demokrasi yang lebih partisipatoris”.
Seharusnya Partisipasi aktif masyarakat dalam berdemokrasi menjadi hal wajib yang dibutuhkan demi membangun fondasi demokrasi substansial. Relawan politik yang bergerak secara sukarela adalah wujud mulai pedulinya masyarakat akan politik dan ikut serta dalam berjalannya politik tanpa keterkaitan dengan partai. Namun kini berbeda dengan realitanya, yang ada banyak relawan yang muncul belakangan ini justru bertolak belakan dari substansinya, mereka justru perankan posisi “Makelar” dengan tameng anggota kelompoknya yang puluhan bahkan ratusan orang sebagai peluang untuk berbisnis.
Sehingga menjadi menarik menjelang Pilkada di gelar banyak kelompok yang menamakan dirinya “Relawan” berganti topeng dan warna. Dan lumrah hal itu terjadi, karena ketika “Bakal Calon” yang didukungnya di ketahui tak memiliki banyak modal, kelompok “Relawan” pun sigap menghindar dan putar haluan.
Tentunya bukan bubar, namun mencari jalan terang ke arah “Bakal Calon” lainnya yang banyak modal.
Relawan sebenarnya mereka yang melakukan segala sesuatu secara “Sukarela” tanpa “Pamrih dan tak berharap Imbalan”.
Namun kita tak boleh kaku dan pesimis donk, secara teknis, “Relawan Politik” punya irisan dengan partai politik dan kontestan politik untuk aksi pemenangan meski wajib kita sadari bahwa “Relawan Politik” bisa berdiri dengan maksud atau kepentingan yang berbeda-beda.
Spesifikasinya, “Relawan Politik” ada dua wajah yang berbeda :
Pertama, bila “Relawan” lahir dari dasar suara publik dan murni munculnya karena kesadaran bersama, tanpa adanya manuver dan strategi elite politik, maka relawan yang muncul adalah suatu demokrasi yang menguntungkan bagi bangsa Indonesia, dan itu membuktikan bahwa partai politik tidak bisa serta merta menghegemoni terhadap kepemimpinan bangsa.
Kedua, “Relawan” yang banyak bergerak untuk memenangkan satu kandidat, melakukan komunikasi intens dengan salah satu kandidat dan memenangkan kandidat yang dibentuk atas dasar kepentingan partai politik adalah relawan partisan, yang mesti ada kejelasan karena bisa disebut tim sukses atau tim kampanye, maka butuh regulasi yang jelas, karena “Relawan” yang ini dibentuk atas dasar kepentingan, oleh karenanya mesti ada sebuah aturan sebagaimana tim kampanye atau tim sukses, sebagai mana harus melaporkan setiap struktur anggotanya, keuangan, belanja dan metodologi kegiatannya.
Lalu…anda ada di lini yang mana??
Relawan yang dibentuk murni dengan dana pribadi sebagai gerakan masyarakat untuk sosialisasi, atau yang dibentuk dengan dana elite politik untuk melakukan kampanye dan mendekati pemilih dalam rangka memenangkan kandidat??
Jawabnya tanyakan pada hati nurani anda..!!
Penulis : Bagus Abu Bakar, Pimred portal berita online liputanterkini.co.id