SURABAYA – liputanterkini.co.id | Belakangan angka perceraian secara umum makin tinggi, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) meningkat, kasus kejahatan terhadap anak merajalela tentunya ada beberapa faktor penyebabnya, salah satunya adalah faktor ekonomi.
Sebagaimana di sampaikan Koordinator Nasional (Kornas) Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Jenny Claudya Lumowa yang akrab di sapa Bunda Naumi via sambungan Celuller, “Dari maraknya kasus per kasus tersebut di atas, berdasarkan hasil investigasi tim di lapangan, yang paling dominan menjadi penyebabnya adalah faktor ekonomi”, ungkap Naumi. Kamis (4/4/2024).
“Tidak bisa kita pungkiri, semua itu terjadi karena masih rendahnya angka penyerapan tenaga kerja di negeri sendiri, sehingga memicu makin maraknya angka kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dalam hal ini, banyak pihak bermain, banyak informasi menyesatkan peluang kerja ke luar negeri, dengan iming-iming gaji besar, tempat kerja yang nyaman, proses cepat dll, banyak masyarakat kita khususnya dari kalangan menengah kebawah terkecoh dan akhirnya mendaftar jadi pekerja migran Indonesia (PMI)”, tambahnya.
Bahkan kantor-kantor dengan peluang ke luar negeri dengan dalih magang ke Jepang, Australia, dll kian menjamur. Pada akhirnya semua itu hanya modus dan berujung merugikan masyarakat.
Namun apakah masyarakat harus menyerah dengan keadaan yang semakin susah?? Dalam hal ini, butuh kehadiran pemerintah secara maksimal. Perlu kita ingat, per hari ini di Indonesia rakyat kecil pun juga bayar pajak, berikan hak mereka untuk hidup makmur, lapangan pekerjaan di dalam negeri sudah harus di buka lebar – lebar tentunya dengan gaji yang memadahi.
Banyak di negeri ini yang mempunyai skil (kemampuan), justru susah mendapatkan pekerjaan di negeri sendiri, terangnya.
Mungkin ada yang harus di benahi dengan program pemerintah saat ini, Mereka yang baru lulus, di bukakan lebar – lebar lapangan pekerjaan, padahal pengalaman kerja mereka masih minim, mereka ini yang harus magang, sementara yang memiliki skil terabaikan.
Sampai kapan rakyat sulit mendapatkan lapangan pekerjaan di negeri sendiri, jangan sampai krisis ekonomi terjadi kembali yang akan berakibat terjadinya krisis sosial, krisis moral dan rakyat membangkang, pungkas Naumi.**