WONOSOBO – liputanterkini.co.id |
Sebuah film dokumenter yang mengisahkan Para Raka yang hidup pada abad 5-9 masehi di tanah Jawa diputar perdana di tengah masyarakat adat seni budaya Wonosobo Minggu malam. (23/12/2023).
MASATRO selaku penyelenggara kegiatan mengucapkan terima kasih kepada Seniman sekaligus Budayawan Mbah Roso dan Mbah Hangno yang hadir untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Wonosobo.
Suguhan kesenian khas Wonosobo Kesenian Bundengan sebagai pembuka mengawali acara gelar budaya tersebut, Beberapa tokoh pelaku seni kabupaten Wonosobo hadir menyaksikan Film dengan durasi 12 menit tersebut
” Ini seperti menghadirkan kembali sejarah yang terkubur selama berabad-abad di tengah reruntuhan candi yang berserakan di atas pegunungan Dieng, gunung Perahu, gunung Sindoro, gunung Sumbing, gunung merapi dan Merbabu, gunung Slamet, maupun di sekitar pegunungan Menoreh.” ungkap Masastro.
Aries yang akrab dipanggil Mbah Roso yang juga sutradara dan pemain film menyampaikan, ” Sejarah panjang yang hilang antara abad 5-9 masehi, adalah awal kebangkitan modern masyarakat Jawa, dengan ditandai banyaknya bangunan candi di sekitar industri belerang pada saat itu.”
” Bahkan konon pada jaman dahulu harga belerang melebihi harga emas, sebab mengandung zat-zat untuk pengobatan.” Imbuhnya.
Mbah Roso menjelaskan, ” Sampai saat ini memang orang masih bertanya tanya, Dimanakah letak kerajaan Mataram Kuno itu yang hidup dan berkembang pada abad 5-9 Masehi itu. Tidak ada bukti sebuah kerajaan besar yang ditemukan. “
Lanjutnya, ” Hanya, peninggalan candi-candi yang bertebaran dimana mana sebagai tempat peribadatan masyarakat Jawa yang ditemukan, meskipun sebelumnya banyak candi candi itu yang tertimbun tanah atau pasir karena sebuah bencana besar di tanah Jawa. Yaitu meletusnya kawah gunung Dieng dan gunung Merapi.”
Ratusan tahun peradaban Jawa Kuno itu terkubur. Prasasti Mantyasih yang ditemukan di Meteseh kota Magelang pun hanya sebagai bingkai peradaban, tidak ada yang ingin meninjau langsung makna ini prasasti itu.
Hangno Hartono, pun akhirnya menemukan. Bahwa budaya Jawa pada saat itu tidak mengenal dengan istilah perebutan kekuasaan. Mereka membagi wilayah kekuasaan dengan santuy, sesuai karakter kedaerahan kekuasaannya.
” Ada 9 Rakai yang kemudian di kenal saat ini sebagai pemimpin atau raja saat itu. Film ini juga menghubungkan antara para Raka dan nama Gibran Rakabuming Raka.” Jelasnya.
Pada sesi dialog budaya, para tokoh yang hadir berharap, kegiatan semacam ini bisa menghadirkan Mas Gibran sehingga para pelaku seni bisa langsung menyampaikan pesan dan keluhan pelaku seni di Kabupaten Wonosobo.
Penyelenggara kegiatan akan berusaha menyampaikan aspirasi ini ke Mas Gibran untuk bisa hadir di tengah-tengah pelaku seni Wonosobo.
Pelaku seni budaya Wonosobo berharap Prabowo Gibran jadi Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 sehingga, kalau di Solo saja berhasil membangun Masjid Agung yang megah dan merehab keraton kasunanan solo kembali ke aslinya. Di Wonosobo para seniman budayawan berharap tercipta Gedung Kesenian sebagai pusat kegiatan seni budaya Wonosobo dan tempat apresiasi seni para pelaku seni.
Usai acara dialog dilanjutkan doa bersama dan diakhiri foto bersama.
(Hendra)