BANJARNEGARA – liputanterkini.co.id | Pembangunan RSUD Banjarnegara yang bernilai Rp.55,7 miliar lebih, nampaknya masih menjadi polemik di tengah masyarakat Banjarnegara, terutama dikalangan para pejabat dan Anggota DPRD Banjarnegara.
Proyek yang bersumber dari Anggaran BLUD Tahun 2023 tersebut, kini mengerucut ke potensi putus kontrak. Lambatnya pengerjaan yang dilaksanakan PT. Jaya Semanggi Enjiniring, mengakibatkan keterlambatan mencapai 24 persen dari kurun waktu yang ditentukan. Hal ini nampaknya menjadi sebuah PR besar bagi Pemkab Banjarnegara.
dr. Erna Astuty Direktur RSUD HJ. Anna Lasmanah Banjarnegara yang juga sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), mengakui bahwa proyek tersebut berpotensi putus kontrak, hal tersebut disampaikan langsung kepada awak media usai Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Operasional Kegiatan (POK) Triwulan lll di Sasana Abdi Praja Setda Banjarnegara, Selasa (17/10/2023).
“ Nanti kita akan mengikuti prosedur yang ada, namun jika prosedurnya memang harus putus kontrak ya kita ikuti prosedurnya saja,” kata dr. Erna.
Lanjutnya, Untuk saat ini pihaknya masih menunggu progres (kemajuan) pekerjaan, namun jika capaian progres tersebut tidak memungkinkan secara analis, nantinya akan dilakukan pemutusan kontrak.
“Kami sangat menyayangkan keterlambatan proyek tersebut, di satu sisi kami menginginkan proyek ini dapat berjalan lancar sesuai harapan. Kedepan akan dievaluasikan kembali, agar hal serupa tidak terulang kembali,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Pj Bupati Banjarnegara, Tri Harso Widirahmanto juga buka suara, terkait Proyek Tahap I RSUD Banjarnegara dengan pagu Rp. 66 Milyar tersebut yang berpotensi putus kontrak.
“Proyek RSUD memang selama ini sudah masuk dalam kontrak kritis, bahkan kita pun sudah melakukan rapat-rapat koordinasi dan sudah memanggil penyedia barang jasanya guna melakukan akselerasi,” ujarnya.
Namun sampai saat ini proyek tersebut masih dalam kondisi minus deviasi 24 persen, bahkan saat ini pun sudah memasuki ke tahapan SCM 3 (Show Cause Meeting), secara definitif SCM diartikan sebagai rapat pembuktian keterlambatan pekerjaan pada pekerjaan konstruksi yang bisa terjadi karena kendala dari segi materi/bahan, kurangnya pekerja dilapangan dan kondisi alam yang secara umum keterlambatan pekerjaan tersebut terjadi akibat kelalaian Penyedia. SCM diadakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dikarenakan adanya kondisi kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan jadwal penyelesaian pekerjaan yang telah ditetapkan. jika nantinya SCM 3 ini sudah diberlakukan berarti mereka akan putus kontrak.
“Kami berharap penyedia barang dan jasa ini bisa mengakselerasikan terlebih dahulu, bahkan ia pun berharap putus kontrak ini tidak akan terjadi bila kontraktor dapat menjalankan proyek tersebut sesuai dengan waktu yang ditentukannya,” tegasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak PT. Jaya Semanggi Enjiniring belum memberikan keterangan resminya, terkait kendala yang membuat pengerjaanya terlambat.
Sementara menurut Tim dari Konsultan Manajemen Konstruksi (MK) selaku Ketua Tim Pelaksana Pembangunan, mengatakan bahwa kondisi Kontraktor yang sebenarnya adalah kekurangan modal untuk melaksanakan kegiatan tersebut.**
(Hendra)