MEDAN, Liputanterkini.co.id | Azhari Lubus (56) didampingi istri dan anaknya mengadu ke ketua DPP LSM Pakar Indonesia, Atan Gantar Gultom permasalahan tanah yang sudah inkrah namun belum dieksekusi, Sabtu (15/4).
Di hadapan Ketua DPP LSM Pakar Indinesia, Azhari menceritakan masalah tanah yang berada di Sungai Nangka di Tanjungbalai seluas 8mx25m dicaplok pengusaha Hermanto alias Gonseng.
“Tanah saya yang berada di Sungai Nangka dicaplok dan diklem pengusaha bernama Hermanto alias Gongseng,” ujar Azhari.
Azhari menyebut tanah tersebut milik orang tua mereka yang dibuktikan dengan surat SK Camat Tahun 1992 yang dibeli dari marga Sitompul.
“Tanpa sepengetahuan kami terbit sertifikat dari BPN yang menunjukkan tanah kami itu diklem milik Hermanto alias Gongseng itu. Sertifikat itu terbit tahun 2016,” sebutnya.
Adanya sertifikat tersebut membuat Azhari melaporkan Herwanto ke Polres Tanjungbalai dan dilimpahkan ke PN Tanjungbakai.
“Pada sidang perkara di PN Tanjungbalai, gugatan kami diterima dan tergugat Hermanto alias Gongseng kalah yang tertuang pada Surat No. 40/Pdt G/2021/PN ,” jelas Azhari.
Namun tidak sampai disitu, Hermanto alias Gongseng menggugat banding ke Pengadilan Medan.
“Di PT Medan, gugatan mereka juga digugurkan oleh PT Medan dan kami tetap diputuskan pemilik sah tanah tersebut yang tertuang pada Surat No. 310/Pdt/2022,” ujarnya.
Menurut Azhari, pihak Hermanto belum juga puas. Hermanto kembali banding ke tingkat Mahkamah Agung.
“Tingkat Mahkamah Agung, gugatan Hermanto alias Gongseng pun gugur. Kami tetap dinyatakan pemilik sah tanah tersebut dan sudah inkrah. Putusannya tertuang pada Surat No. 1929/PAN/XiI,” ucapnya.
Azhari menyebut usai putusan MA, pernah ditawarkan Hermanto Rp900 Juta sebagai ganti tanah tersebut, namun ditolaknya.
“Ditawarkannya Rp900 Juta pengganti tanah tersebut, manalah mau kami Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) saja di Tanjungbalai Rp10 Juta per meter. Dan jika dikalkulasi harga tanah tersebut sekitar Rp1,8 Milyar,” kesal Azhari.
Masih menurut Azhari, ada oknum yang ikut serta menekan mereka saat berjuang mempertahankan tanah tersebut.
“Ada oknum di Kejaksaan inisial E yang meminta kami untuk berdamai dan inisial H juga menyebutkan jika tidak mau berdamai maka kami dikalahkan dalam sidang,” katanya.
Bukan itu saja, sambung Azhari. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkrah namun kami masih kesulitan untuk mengeksekusi tanah tersebut.
“Setelah putusan Mahkamah Agung, kami berencana mengurus sertifikat ke Badan Pertanahan Negara (BPN). Namun kami masih kesulitan untuk mengeksekusi tanah tersebut,” kesal Azhari.
Azhari mengatakan karena persoalan susahnya mengeksekusi tanah tersebut sehingga mengadu ke DPP LSM Pakar Indonesia.
“Karena kesulitan tersebutlah makanya kami datang mengadu ke LSM Pakar,” ujarnya penuh harap.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Pakar Indonesia, Atan Gantar Gultom mengatakan hal tersebut sudah menabrak hukum yang berlaku.
“Putusan sudah inkrah di Mahkamah Agung, kok mereka beraninya tidak menghormati?,” tegasnya.
Atan menyebut akan mendukung perjuangan Azhari mendapatkan kembali tabah tersebut.
“Kami akan semaksimal mungkin akan nembantu rakyat tertindas seperti Pak Azhari ini,” ujarnya.
Atan juga mengutuk oknum-oknum yang ikut serta menyengsarakan rakyat dalam membela haknya.
“Oknum-oknum yang ikut serta menekan bahkan ingin memanipulasi hukum agar ditindak. Jangan coba-coba sengsarakan rakyat hanya untuk membela perampok hak rakyat. Kalian itu digaji rakyat untuk itu bekerjalah dengan jujur,” ujar Atan.
Sementara itu pengamat hukum, Raja Napitupulu, SH, MH menilai untuk putusan MA tersebut sudah inkrah dan tinggal eksekusi objek perkara.
“Itu hanya masalah tehnik aja. Jika ingin dieksekusi bisa dilakukan tahapan, berdasarkan risalah putusan MA masukkan permohonan kepada ketua PN untuk dilakukan sita oleh juru sita. Setelah perintah sita keluar minta bantuan resmi aparat polisi dan militer untuk mendampingi acara pelaksanaan sita. Setelah sita langsung lakukan pemagaran dan pemasangan plang. Kalau diganggu lagi tinggal pidanakan pihak lawan,” jelasnya, Senin (17/4/2023). (Jhon Sinaga)