JAKARTA, Liputan Terkini – Berawal mengadu nasib untuk memperbaiki kondisi ekonomi agar lebih layak dan mampu mempertahankan kehidupan di masa mendatang adalah impian setiap orang. Namun berlama-lama di negara orang terlebih tanpa kejelasan status kewarganegaraan (Stateless) bukanlah pilihan.
Dikutip dari Kompas.com, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut bahwa lebih dari 300.000 warga negara Indonesia (WNI) terancam tanpa kewarganegaraan/stateless di negeri Ziran, Malaysia.
“Konjen Indonesia di Malaysia mencatat WNI yang berpotensi menjadi stateless di Sabah, Malaysia, sebanyak 151.979 orang WNI di Kinabalu, dan 173.498 orang di Tawau, dengan total keseluruhan 325.477 orang,” ucap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM RI Anis Hidayah dalam keterangan tertulis, Minggu (18/12/2022) sore.
Masalah ini juga ditemukan di Filipina. Pada Maret 2022 lalu, Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly sempat melawat ke Filipina dan menyambangi sekitar 800 WNI stateless di Davao, Mindanao.
Permasalahan ini masih terus terjadi kendati Komnas HAM RI telah teken nota kesepahaman dengan Komnas HAM Malaysia dan Filipina pada 23 April 2019 lalu di Sabah.
Anis menganggap, persoalan ini masih menjadi masalah krusial, bertepatan dengan Hari Buruh Migran Internasional, selain juga persoalan kekerasan hingga kematian yang masih rutin dialami para buruh migran Indonesia di mancanegara, khususnya Malaysia.
“Data Komnas HAM, menunjukan bahwa Perusahaan Penempatan
Pekerja Migran Indonesia (P3MI) menjadi pihak yang tertinggi diadukan,” kata Anis.
“Malaysia menjadi negara tertinggi yang paling banyak diadukan terkait dengan permasalahan pekerja migran Indonesia,” imbuh perempuan yang sebelumnya sebagai Ketua Migrant Care tersebut.
Komnas HAM merekomendasikan pemerintah Indonesia membentuk tim kerja yang secara khusus menangani buruh migran Indonesia dan anak-anak yang kehilangan kewarganegaraan di Malaysia.
Komnas HAM juga mendorong pemerintah membangun kerja sama strategis antarlembaga negara yang berwenang dalam menangani permasalahan pekerja migran.
Pemerintah juga didesak menempatkan peran masyarakat sipil sebagai mitra kerja pemerintah dalam mengupayakan perlindungan buruh migran dengan standar HAM.
“Peringatan Hari Pekerja Migran ke-32 tahun ini penting bagi pemerintah Indonesia yang merupakan negara pengirim untuk merefleksikan perlindungan mereka yang sering disebut pahlawan devisa,” ucap Anis.
Untuk diketahui, tanggal 18 Desember diperingati sebagai Hari Pekerja Migran Internasional sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi International Convention on the Protection of All the Rights of Migrant Workers and Their Families 1990 atau Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya tahun 1990.**
(Red/Berbagai Sumber)